Sekartaji

Isu Lingkungan, Perempuan dan Globalisasi di Indonesia

Saturday, February 25, 2006

Weekend di Kadudampit, Sukabumi

Dari jalan properti itu lebih menyerupai hutan alam lebat yang dibelah sebuah jalan kecil berbatas cemara tinggi berjajar dikanan kiri. Mengikuti jalan yang menurun itu, kita sampai ke sebuah dataran kecil - berlandaskan batu-batu kali. Parkir disini kami menuruni setapak tangga batu --- mengiring turunan bukit, sampai disebuah rumah panggung kecil dengan teras terbuka lebar -yang erat memeluk dinding lereng. Didalam - sebuah perapian ribut memuntahkan kembang api yang memercik riang kian kemari. Suasana yang sangat hangat dan mengundang. Hari ini Pak Ian - seorang sahabat - dan keluarganya mengundang aku, Iwan, Ali dan Anne ke rumah kecilnya di Kadudampit. Disini kami merasakan kenikmatan yang tak dapat dibeli dan tak dapat diciptakan oleh manusia. Pak Ian - hanya memelihara pemberian Tuhan - merawat alam asli yang asri - dan mengijinkan kami untuk ikut mengalaminya.

Di teras - kami duduk sejajar dengan dahan-dahan pohon tinggi - dan puncak rumpun bambu yang berderit diterpa angin. Gemerisik daun bambu ditimpa deru aliran sungai didasar lereng menemani obrolan yang juga tak henti mengalir riang..
Disamping sungai didasar lereng - kolam-kolam air deras memantulkan tarian berlian ketika sinar mentari menyentuh permukaan air - kejernihannya diusik oleh saling silang warna oranye, hitam dan putih mengikuti gesitnya ikan emas yang meluncur kian kemari. melihat ini dari teras - anak-anak tak puas, lalu berlarian kecil menuruni anak tangga menuju pinggir kolam. Keributan mereka menimbulkan melodi baru meningkahi musik alam yang tersaji.

Kini kumengerti mengapa daerah ini disebut Parahiyangan. Disini kami menyatu dengan alam. Sapa bayu berbisik pada dedaunan, lukisan ikan menari dibening kolam, celoteh anak-anak yang riang, aliran sungai yang tak henti membelai batu-batu gunung seperti tarian selendang transparan, begitu 'fragile' namun gagah menderu, menggelegak menceritakan cuaca dihulu. disini manusia masih mengijinkah alam untuk menjadi dirinya sendiri. Terima kasih pak Ian, terima kasih persahabatan.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home