Sekartaji

Isu Lingkungan, Perempuan dan Globalisasi di Indonesia

Saturday, January 28, 2006

'Sekar Arum' nuansa yang hilang dari pedesaan jawa kini

Sekar Arum - bunga yang harum! Suantu nuansa yang hampir punah dari desa-desa jawa saat ini. Tengoklah taman dirumah-rumah desa . Dulu taman - akan berisi mawar, menur, melati, mondokaki, ceplok-piring, kenanga dan kantil - kadang didekat parit sumur bertumbuhan pandan wangi pula. Semua tanaman ini dipilih karena memiliki bau yang harum. Seperti juga bunga 'arumdalu' dan sedapmalam (meski makna nama keduanya sama - mereka adalah tanaman yang berbeda - walau tentu saja keduanya sangat harum baunya). Bunga - dalam benakku selalu berarti bermakna harum, wangi - membantu untuk relaksasi - membangkitkan ketenangan dan kedamaian.

Di masa kecil - nenekku selalu memetik beraneka macam bunga dari taman untuk dipajang diatas meja dalam bokor kuningan cantik berukir. ada mawar merah, melati putih, kenanga hijau, kantil kuning dan sejumput irisan pandan hijau - 'kembang setaman' kata beliau sebaiknya berisi lima warna kata beliau - semua dipetik tanpa batang dan 'disajikan' mengambang dipermukaan air. Lima warna untuk mata dan lima 'warna' atau macam untuk indera penciuman - begitu kata beliau. Meski tak asing dari buket model belanda - beliau selalu memilih menghias ruangan dengan bokor dan 'kembang setamannya'.

Setelah dewasa - kupernah berkesempatan tinggal di Belanda selama tiga bulan untuk meneliti - sejauhmanakan sustainability cara hidup masyarakat Belanda? Itu terjadi ditahun 1990 - dalam rangka persiapan menuju UNCED - konferensi tinggat tinggi yang menandai mulai diperhatikannya lingkungan hidup secara serius oleh seluruh bangsa didunia (setidaknya diatas kertas dan dikancah politik - demikian). Nah pengalaman yang paling berkesan bagiku disini - karena berhasil 'menampar' kesadaranku - 'it sent my senses realing' - kualami di sebuah kota kecil bernama Boxtel - kota kecil atau lebih tepat disebut desa kecil ini merupakan desa pertanian - tanahnya mengalami persoalan yang serius - yaitu terlalu subur karena terlalu banyak kotoran sapi disini (pada waktu itu Belanda adalah eksportis sus dan keju terbesar didunia - padahal negrinya kecil sekali). Pikiranku melayang ke pegunungan kidul yang tak jauh dari kampung halamanku - alangkah akan bermanfaatnya semua kotoran sapi itu disana. Di Boxtel - semua ini hanya menimbulkan bau yang teramat tidak sedap. Timbul rasa yang aneh -'landscape' di desa itu indah - banyak sekali bunga-bunga termasuk aneka warna mawar yang sangat indah - serta padang rumput hijau terbentang luas. Suasanapun tenang - tak banyak orang lalu lalang - dan sapi-sapi yang gemuk dengan tenang makan rumput yang berlimpah. Semuanya sempurna - andai saja tak dirusak oleh bau kotoran sapi yang begitu menyengat. Kucoba menghibur hidungku dengan minta ijin memetik mawar untuk kutempel kehidung - namun aku sungguh kecewa - ternyata mawar disini tak wangi. Bentuknya saja yang besar dan indah, baunya hambar - tak wangi sama sekali.

Pengalaman ini mendorongku untuk menciumi semua buket yang kutemui di Belanda - ternyata semuanya indah, tapi semuanya tak berbau. Padahal warna-warna bunga ini begitu indah, begitu terang, rasanya seperti berada dalam dunia warna yang serba 'phsychedelic' warnanya terlalu berwarna.

Kini - tahun 2006 - kualami bunga-bunga di Jakarta juga sama dengan bunga-bunga dibelanda waktu itu. Berwarna indah - namun nyaris tanpa keharuman. Kujadi belajar bahwa ternyata bunga dan buket - kini lebih diasosiasikan dengan upaya untuk merangsang indera penglihatan saja. Tak lagi berfungsi menghibur penciuman - tak lagi bemanfaat untuk menenangkan jiwa - bahkan bisa dikatakan kebalikannya - rangkaian bunga lebih cenderung diciptakan untuk - menstimulasi 'exitement' membuat orang bergumam 'wah indah'! Semuanya diciptakan untuk memberi kesan berlebihan pada mata.

Aku rindu keindahan kecil yang lebih sederhana - dimata sejuk - lalu kita dapat menarik napas dalam - hmmmmm - dan mendapatkan keharuman yang membuai. Rasanya jika sudah begini, hilang penat di badan dan jenuh fikiran. Sayang, kini sulit sekali mencari bunga setaman -lima warna - lima nuansa wangi. Dunia kini - terobsesi pada upaya memanjakan mata, sementara sedikit-demi sedikit, tanpa disadari - kita semakin menciptakan 'kelaparan' bagi indera-indera kita yang lain.

4 Comments:

At 3:29 AM, Anonymous Anonymous said...

Sama di Australia juga, banyak bunga yang sangat indah tapi tidak harum baunya. Untung masih ada orang yang menanam “old-fashioned” bunga yang indah dan harum.

 
At 8:27 AM, Blogger Dani Munggoro said...

sewaktu kecil pernah terlintas, bagaimana mengirim wangi bunga? Jika orang bisa mengirim suara dan gambar, lantas apakah wangi bisa ditransmisikan lewat medium. Kabarnya sudah ada yang meneliti dan mencobanya. Wangi pun sudah menjadi kode-kode digital.
Apakah manusia pada gilirannya seperti matrix, hanya kode-kode dna plus memori.
Jadi, bunga, wangi, harum itu suatu realitas atau rekaan kita belaka.

 
At 2:52 AM, Anonymous Anonymous said...

Ma'af this article is in English ya... tentang, "deconstructing scent" in flowers.

http://www.sciencenews.org/articles/20050924/bob10.asp

 
At 3:08 AM, Anonymous Anonymous said...

bunga2 kampung yang masih bisa ditemui untuk di tanam di rumah jakarta a.l: kenikir, jengger, arumdalu, kenanga, menur, dan beberapa lain yang gampang didapat di tukang kebun kebanyakan.
Saya pikir ada baiknya sekarang kita tanam lagi bunga2 itu, untuk melatih indra penciuman kita juga. Sayang kan, tanaman2 silangan impor booming dan harga mahal2, tapi tanaman sendiri yang justru memberi kedamaian hilang perlahan2 karena nggak dilirik lagi.
Just imagine yourself having a cup of tea or coffe on one rainy evening with scent of kenanga....hm!

 

Post a Comment

<< Home