Sekartaji

Isu Lingkungan, Perempuan dan Globalisasi di Indonesia

Thursday, February 23, 2006

Tapak Limanku Sayang-Komunitiku Malang

Tapak Liman

Bahasa latinnya adalah Elephantopus scaber L. Dia tumbuh liar dipadang-padang rumput, pinggir sungai, pinggir hutan. Konon asalnya dari Amerika latin, entah siapa yang membawanya ke Asia. Yang jelas - hampir semua masyarakat asli di Asia mengenal khasiat tanaman liar ini. Mulai dari Cina, Thailand, India dan juga berbagai suku bangsa di Indonesia.

Saya tidak menemukan literatur yang menjelaskan bagaimana tanaman ini berkembang biak. Tapi berdasarkan pengalamanku mungkin ternak yang digembalakan bisa jadi merupakan penyebar yang ampuh untuk tapak liman ini. Kuperhatikan kerbau dan sapi sangat suka melahap tanaman ini jika sedang digembalakan, seluruh tanaman direnggut dengan gigi gigi yang kuat, utuh berikut bunga-bunga kecilnya yang berwarna ungu.

India, cina dan juga Thailand menghargai tanaman ini cukup tinggi. Bahkan "Thai Industrial Standards Institute" yang ditugasi oleh pemerintah untuk membantu menaikkan mutu produk komuniti melalui standarisasi - telah mengembangkan standar baku pengeringan tapak liman bagi masyarakat pedesaan di negeri ini. Ini membantu masyarakat pedesaan untuk mengembangkan potensi alam yang dimilikinya secara ekonomis dengan optimal. Sayang waktu ku 'download' standard ini dari web-site mereka, informasinya tertuang dalam tulisan thailand - mirip-mirip 'Hanacaraka' - nya jawa tapi ternyata tak sama. Tadinya kupikir dapat kutularkan ilmu ini ke berbagai komuniti di Ngawi, wonosari dan Wonogiri. Disini tapak liman tumbuh dengan sangat subur. Tapi tak banyak, hampir tak ada bahkan, anggota komuniti yang memanfaatkannya (kecuali sapi dan kerbau ternak mereka). Kuperhatikan tapak liman sangat suka tumbuh ditanah yang banyak mengandung kapur. Jika orang desa membongkar tembok tua yang bergamping dan meratakannya dilapangan rumput - selalu disitu tumbuh tapak liman sangat subur hingga cenderung menumpuk menutup permukaan tanah.

Pernah aku mencari di google - informasi pemasarannya. Kutemukan bahwa sekilo tapak liman bernilai 27,5 ribu rupiah (tak disebut ini nilai kering atau basah) juga kurang jelas bagaimana memasarkannya. Kini kumasih coba mencari dengan bertanya kesana kemari. Kuingin masyarakat pedesaan dapat memproduksi tapak liman kering yang bermutu, agar dapat dipasarkan secara internasional. Terpikir juga untuk mencari tahu bagaimana membudidayakannya. Kini kami dapat memindahkan bibit dari alam yang liar ke pot-pot kecil untuk dipasarkan berikut dengan resep sederhana pemanfaatannya bagi kesehatan. Tapi kami belum tahu cara mengembangbiakkkanya. Mestinya tak sulit, karena tanaman ini berbunga, jadi pasti ada bijinya.

Di Indonesia sejak dulu sudah diketahui berbagai khasiat tanaman yang juga disebut balagaduk, jukut cancang, tapak tangan atau talpak tana ini. Penyakit yang dapat diobatinya antara lain: Influenza, demam, Amandel, Radang tenggorokan, Radang mata; Dysentery, diare, gigitan ular, Batuk, Sakit kuning, Busung air; Radang ginjal, Bisul, Kurang darah, radang rahim, Keputihan.

Secara ilmiah sifat kimia dan efek farmakologisnya diketahui sebagai berikut: Rasa pahit, pedas, sejuk. Penurun panas, Antibiotik, anti radang, peluruh air seni, menghilangkan pembengkakan, menetralkan racun. Daunnya mengandung zat kimia: Epifriedelinol, lupeol, stiqmasterol, triacontan-1-ol, dotria-contan-1-ol, lupeol acetate, deoxyelephantopin, isodeoxyelephantopin, dan bunganya mengandung: Luteolin-7-glucoside.

Ahli dan ilmuwan yang mengetahui khasiat ini di Indonesia tak kurang. Yang kurang adalah kemauan dari pemerintah (juga kejelian LSM) untuk membantu komuniti di pedesaan untuk memanfaatkan potensi alam disekelilingnya. Pihak yang mau dan mampu membantu masyarakat mengelola sumberdaya ini menjadi produk yang bermutu sehingga dapat menembus pasar global sangat dibutuhkan. Ini penting, mengingat untuk berbagai tanaman obat plafon atas permintaan pasar sebenarnya hampir tak terbatas. potensi alam yang tinggi disatu sisi dan peluang pasar yang luas disisi lain, tersia-sia karena kurangnya kejelian, ketelitian dan ketelatenan para pihak yang konon sedang sibuk mencoba mengentaskan kemiskinan. Sayang sekali potensi tapak liman, malang pula nasib masyarakat pedesaan.

1 Comments:

At 7:33 PM, Anonymous Anonymous said...

bagus ma, bagus ma

 

Post a Comment

<< Home