Morning dew...
upon each blade
of perfectly green grass
The haze of dawn
Thru which the rays of sunshine
Shyly peep
Fill the air with
A crisp freshness of
of a wonderful autumn beginning
kata-kata ini muncul dibenakku tigabelas tahun lalu, dalam perjalanan dari kamar kosku ke stasiun Harlem. Waktu itu bulan November - dan dedaunan sudah banyak berubah warna merah dan orange menyala - melayang jatuh menyentuh tanah dengan lembut ---lalu pelahan terseret deru angin yang membelai mata kakiku, menyingkap bagian bawah celana panjangku, menusuk kaus kaki made in Indonesia yang tak kuasa menahan dingin. Hidungkupun serasa sudah membeku, badanku menggigil - kupeluk bayi kecilku, kucoba balutkan kain gendongan batik solo ketubuhnya yang masih terlelap dipelukku - coba lindungi dia dari cuaca yang sungguh tak ramah ini.
disekelilingku ---semuanya tampak kian kelabu dari hari ke hari. Pagi ini, jauh lebih kelabu dibandingkan awal minggu. Daun yang runtuh sudah banyak yang menjadi kusam. Taman-taman kecil didepan rumah-rumah yang kebanyakan terbuat dari batu masonry - sudah mati. Bagian kota yang kulewati sungguh padat - yang ada hanya bangunan-bangunan kelabu, daun-daun rontok. Tak banyak orang yang lalu lalang.
Anehnya waktu itu - aku merasa sangat dekat pada alam - padahal kemanapun mataku memandang, terbentur pada gedung-gedung kelabu, tiang lampu listrik, toko-toko yang belum buka - setengah kumuh rasanya. Lalu kusadar - rasa dekat kealam ini muncul karena dingin yang menusuk tulang itu ----- dan tiba-tiba---- mataku menemukan sepetak taman kecil yang masih memiliki rumput hijau yang terbentang. Setiap helai rumput itu bercahaya oleh butiran-butiran embun kecil, sementara cahaya matahari mulai malu-malu menembus kabut menyinari semuanya dengan lembut... Terima kasih Tuhan.... untuk keindahan alam yang kau berikan ditengah kungkungan tembok-tembok kelabu yang kadang terasa membelenggu.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home