Sekartaji

Isu Lingkungan, Perempuan dan Globalisasi di Indonesia

Tuesday, January 31, 2006

Laba-Laba Kecil Penuh Inspirasi

Disekeliling kita banyak sekali benang-benang kebudayaan yang kini liar tertiup angin seperti layang-layang putus. Sebenarnya dalam memori kultural kita tenunan pengetahuan tentang hidup itu lumayan kuat dan indah. Dalam memori kultural kita di Jawa dan dimana saja sebenarnya - ada pengetahuan bagaimana memanfaatkan sumberdaya alam untuk kesejahteraan untuk merajut pakaian, untuk menjaga kesehatan, juga untuk memupuk kondisi keuangan. Benang-benang itu masih ada kini, masih bisa ditangkap kembali untuk dirajut sepenuh hati.

Mencari dan mengurai benang-benang itu untuk merajutnya kembali memang tak mudah. Kondisinya sudah seperti sarang laba-laba yang rusak. Ada yang sudah menggumpal, ada yang sudah terbawa angin entah kemana - sehingga terasa seolah-olah sudah hilang. Tapi jika kita rajin menggali dan mencari, pada akhirnya akan ketemu juga. Lalu kita perlu mencari cara untuk merajutnya kembali - menjadi kebudayaan yang indah - kuat dan melindungi kehidupan.

Sebagian benang pengetahuan itu ada di dalam memori kita, sebagian kini telah ada di memori maya internet, ada lagi yang dapat ditemukan ditoko-toko buku, di archive-archive penelitian universitas diseluruh dunia, ditepi got dan pinggiran hutan ataupun desa, atau juga di mal-mal gemerlap tengah kota. Yang penting pasang seluruh kesadaran diri ketika mencari. Percayalah hasilnya bisa menakjubkan.

Di Subur Gemi Nastiti - sebuah komunitas super kecil di Sekaralas - kami mencoba menjadi laba-laba. Kami mengamati banyak sekali tanaman obat di sekeliling kita. Banyak diantaranya hanya dianggap gulma -dianggap hama bagi pertanian dibenak petani saat ini. Padahal tak lama sebelumnya -dua bahkan satu generasi sebelumnya tanaman-tanaman ini dimanfaatkan dengan penuh syukur untuk menjaga kesehatan manusia. sambil, melindungi tanaman-tanaman ini dari kepunahan dan mencari cara untuk membudidayakannya, kami mencoba membangkitkan semangat komunitas sekitar untuk memanfaatkannya. Diawal ini sulit sekali - ketika kami mencoba membangkitkan ketertarikan pada kearifan tradisional dari para tetua, orang lebih suka beli berbagai jenis obat modern yang tersedia di warung. Lalu kamipun mencari benang lain yang sekiranya dapat kami rajutkan - ternyata kami menemukannya di mal-mal - dalam berbagai packaging ramuan behan-bahan alami, di toko buku dalam bentuk buku-buku berilustrasi indah tentang tanaman obat Indonesia yang umumnya ditulis oleh dokter, dari web-site PROSEA yang banyak membahas tanaman obat, dari web-site republika, kompas dan lainnya yang kadang-kadang menyajikan resep-resep praktis untuk mengobati berbagai penyakit.

Melihat itu semua - anak-anak desa yang membacanya mulai bercerita pada orangtuanya. Kamipun mengajak mereka keliling kebun untuk mulai menenun pengetahuan di buku supaya terhubung pada kenyataan di kebun, dengan demikian anak-anak menjadi tahu, tanaman mana yang bermanfaat, dan bagaimana memanfaatkannya. Beberapa waktu lalu waktu pulang kedesa - Sari - iparku yang menjadi motor Subur Gemi Nastiti bercerita - kini banyak tetangga mulai mengkonsumsi berbagai tanaman obat sebagaimana dipelajari dari berbagai buku resep tanaman obat yang kubelikan di Gramedia Bogor. Mereka sudah mulai menceritakan manfaat yang dirasakan.

Syukurlah - peran laba-laba ternyata membawa manfaat juga. Ketelatenan dan kesabaran laba-laba dalam merajut kembali benang benang kehidupan pada akhirnya membawa dampak. Meski kecil - ada juga kontribusinya pada pelestarian keanekaragaman hayati dan perbaikan kualitas kesehatan manusia.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home