Sekartaji

Isu Lingkungan, Perempuan dan Globalisasi di Indonesia

Wednesday, July 05, 2006

Laporan Sari Setelah Blog Sekaralas Kosong Sekian Lama



anak-anak bermain “spill and spell” hadiah seorang kawan dari Boston



membaca buku di teras rumah sementara halaman perpustakaan dipakai untuk menjemur padi


Selasa siang, 29 Juni 2006 saya pulang ke Desa Sekaralas, Kecamatan Widodaren, Ngawi, Jawa Timur. Berbagi pekerjaan dan terpaksa meninggalkan seorang kawan yang masih harus terus memantau perkembangan kegiatan kami dalam membantu warga Dusun Bicak dan Ngunut, Desa Brangkal, Kecamatan Wedi, Klaten yang tertimpa musibah bencana gempa bumi akhir Mei silam. Kembali ke Sekaralas terasa sangat menentramkan, paling tidak untuk saya yang 1 bulan berada di area bencana. Sangat menyenangkan dapat melihat kembali anak-anak Sekaralas, mengamati wajah-wajah mereka yang nampak lega setelah usai mengikuti ujian akhir.

Kurang lebih jam 7 pagi keesokan harinya, beberapa diantara anak kelas 6 datang keesokan hari ke rumah kami dan mulai berdiskusi di depan teras rumah kami mengenai hasil ujian dan melanjutkan ke sekolah manakah nanti. Sangat menarik diskusi kecil ini.

Setelah beberapa waktu berdiskusi, saya sampaikan oleh-oleh kecil dari Jogjakarta, buku-buku bacaan untuk anak-anak sebagai hadiah liburan kali ini. Buku-buku ini akan melengkapi koleksi perpustakaan kami. Anak-anak langsung bersemangat untuk melihat koleksi buku baru. Kami memutuskan untuk segera menyampul buku-buku ini agar segera di data dan kemudian dapat dipinjamkan.

Anak-anak sangat tertarik untuk belajar menyampul buku. Setelah itu sorenya mereka belajar bahasa Inggris dengan bermain dice games “Spill and Spell” yang menjadi oleh-oleh dari Mbak Cynthia seorang kawan yang menetap di Boston, USA. Dia membawakan kami dice games dan puzzle. Anak-anak sangat menyukainya. Sementara itu beberapa anak kelas 1 SMP yang mengikuti kursus komputer bersama-sama memasukkan data buku-buku baru ke dalam inventarisasi buku pada database kami.

Musim panen padi tiba, bersamaan dengan liburan kali ini. Halaman depan perpustakaan kami saat ini sedang dipakai untuk menjemur padi sehingga buku-buku yang ada untuk sementara kami pindahkan ke rumah supaya tidak menganggu anak-anak yang ingin meminjam atau sekedar membaca buku. Nampak anak-anak sangat antusias membaca buku-buku baru di teras depan rumah kami. Untuk yang belum lancar membaca bisa juga bermain puzzle. “Asik, liburan ini kita punya banyak buku untuk dibaca”, kata Alma kelas 3 SD Sekaralas 1 yang naik kelas 4 tahun ini.

Monday, June 05, 2006

Sabar dan Iklas Menghadapi Cobaan

Hari-hari belakangan ini kami di Sekaralas, benar benar mengalami dan merasakan makna peribahasa "Untung tak dapat diraih, malang tak bisa ditolak". Sejak tanggal 27 Mei yang lalu, kegiatan kami sedikit terhenti di desa Sekaralas. Kami di Subur Gemi Nastiti - pergi ke Klaten untuk membantu saudara-saudara kami yang karena gempa, mendadak menghadapi kesulitan hidup yang berlipat-lipat kebih sulit dibanding yang kami hadapi di Sekaralas. Awalnya kami mengirim dua orang - Sari dan Mia, mereka naik bis menuju Klaten berbekal beras satu kwintal yang mampu mereka angkat. Kini mereka disusul oleh Wahyono, Suparmi, Nur, Repan, dan Hermanto.

Saya, anggota SGN yang ada di kota Bogor, mencoba membantu dengan menggalang dukungan dari semua handai tolan untuk mendukung upaya teman-teman SGN membantu komunitas di Dusun Bicak dan Ngunut, Kalurahan Brangkal, Wedi, Klaten. Kegiatan ini dibantu oleh, Ayah Ibu, kakak dan Adik saya, semuanya penduduk Sekaralas yang berdiaspora ke Australia dan Inggris. Perkembangan pekerjaan ini dapat dilihat di:

http://kerabat-yogya.blogspot.com/

Rumah-rumah di kedua dusun ini 100 persen tak bisa dihuni lagi. Pada saat gempa hampir 90 % rata dengan tanah, dan kini sisanya diratakan dengan tanah supaya aman. Dua orang meninggal dan banyak sekali luka-luka. Hingga hari ketiga setelah gempa, hampir tak ada bantuan yang mengalir ke Dusun-Dusun ini. Dan jaringan pertemanan SGN dengan berbagai pihak, termasuk Klinik Kerabat Kota Yogyakarta, sangat membantu mengisi kekosongan bantuan ini. Untunglah ini sudah berubah kini... Esok akan datang kiriman 1 ton beras dari pekalongan dikirim oleh YBK, sebuah yayasan di Jakarta, mereka juga telah meminjamkan dua genset. Relawan-relawan SGN bekerja dengan masyarakat kedua dusun telah membersihkan puing dari rumah salah satu warga di masing-masing Dusun - yang menyumbangkan pekarangannya untuk kemudian menjadi post anak-anak. Tenda sudah berdiri, genset sudah dimiliki - Baru saja saya selesai ngobrol lewat telepon dengan teman-teman SGN - nanti malam anak-anak dusun Bicak dan Ngunut sudah akan menyelenggarakan TPA dipost mereka. Mereka sangat antusias ikut mengembangkan tempat bagi mereka bermain, belajar dan mendapatkan makanan bergizi.

Jika anak-anak sudah dapat terlayani dengan baik, maka para orang dewasa akan lebih mudah melaksanakan upaya-upaya rekonstruksi.

SGN bekerja bahu-membahu dengan penduduk Dusun, mendistribusikan bantuan. Bahkan anak-anakpun aktif membantu.
Hari ini Mia akan pulang ke Sekaralas, untuk meminjam sementara mainan-mainan yang ada di sanggar SGN di Sekaralas untuk digunakan oleh anak-anak Bicak dan Ngunut. Dari Bogor - saya juga mulai menerima sumbangan buku dan mainan anak bagi anak-anak Bicak dan Ngunut.... Siapa mau menyumbang? Boleh hubungi saya..

Dari pengalaman membantu saudara-saudara setanah air di Dusun Bicak dan Ngunut, kami di SGN sungguh menjadi paham apa makna sabar dan iklas menghadapi cobaan. Saudara-saudara kami mengajarkan ini melalui ketegaran sikap yang lembut, dan keiklasan untuk berusaha bangkit dengan segala daya yang dimiliki.

Foto-foto kegiatan akan menyusul jika Sari dapat mengakses internet....

Saturday, May 20, 2006

Membangun 'Taman Bacaanku"


Setelah sukses menyelenggarakan basar untuk mengumpulkan dana - anak-anak Sekaralas sekarang sibuk membangun perpustakaan mereka. Dengan pertolongan para Bapak - rak-rak telah terpasang. Kini mereka sedang memindahkan buku-buku yang mereka miliki ke perpustakaan bersama ini. "Suatu ketika kuingin perpustakaan ini penuh dengan buku-buku cerita dan buku-buku ilmu pengetahuan. Termasuk juga buku-buku tentang arsitektur - karena jika dewasa kelak kuingin jadi arsitek" begitu ungkap salah satu anak.

Semoga cita-cita jangka pendek, untuk memiliki perpustakaan yang lengkap, maupun cita-cita jangka panjang untuk menjadi arsitek, dapat tercapai!

Memindahkan Lokasi WC Umum Dari Kali - Mengeksplorasi Gagasan



Kusedang ngobrol dengan sari tentang WC umum di Sekaralas. Hingga saat ini WC umum disana adalah sungai-sungai kecil disamping sungai utama yang mengalir melalui desa. Pada musim hujan ini tak terlalu menimbulkan masalah, karena 'ampas' manusia akan langsung terbawa arus - dan segera hilang dari pandangan. "Plung" segera dikuti dengan "Lap" - dan selesailah masalah. Namun dimusim kering ini menimbulkan sedikit ketidak nyamanan, bagi pengguna WC umum, maupun bagi orang yang harus melewati kawasan-kawasan WC umum ini. Terjadi sedikit polusi lingkungan, polusi pemandangan, dan juga polusi penciuman.....

Kami berpikir barangkali membuat rangkaian WC umum dengan septik tank pengolah biogas dapat menjadi solusi. Ketika Sari membahas ide ini bersama anak-anak dan beberapa warga desa - sambutan cukup antusias. Anak-anak bahkan dengan bersemangat mengidentifikasi letak terbaik bagi WC-WC umum ini andai benar dapat dibangun.. "Disana bu, pasti sudah akan cukup banyak isinya untuk bikin biogas dalam waktu satu minggu, karena disana penggunanya sungguh banyak" begitu kata mereka.

Kami berpikir biogas yang dihasilkan akan dapat digunakan untuk menerangi kawasan WC umum ini, mungkin bagus dibuat MCK umum dan bukan sekedar WC saja.. Biogas seperti ini juga menghasilkan pupuk...

Kini aku berpikir barangkali energy dari biogas ini juga akan dapat dipakai untuk menjalankan beberapa mesin cuci....Jika ini berhasil - jadilah tempat cuci umum "Laundromate" Desa.. He he ... canggih juga kali ya...

Disini - bisa dilihat foto hasil ekspedisi sari ke satu desa dikawasan selatan Jogja --- untuk belajar dari seorang petani yang menerapkan pengelolaan kotoran sapi sebagai sumber energy biogas yang dipakai untuk menyalakan kompornya. Lumayan! Disaat gas LPG sungguh mahal.

Bereksperimen Dengan 'Waluh'



Sari bersama dengan anak-anak Sekaralas tak pernah berhenti berkesperimen dan belajar hal yang baru.
Setiap ide dan gagasan, setelah dibahas pasti segera coba dilaksanakan.
Kini mereka sedang sibuk mencoba untuk mengolah waluh - membuat pati, yang nantinya akan coba dibuat berbagai kue. Memberi nilai tambah pada waluh sangatlah penting dan mungkin akan dapat membantu menambah penghasilan dengan cara yang tidak eksploitatif terhadap alam karena tanaman ini sungguh tumbuh dengan mudah - dan juga tak butuh ruang yang luas, dia bahkan bisa tumbuh keatas, menjalar kedalam pohon-pohon..
Berikut beberapa foto waluh dari kebun Sekaralas yang dikirim Sari kepadaku.

Saturday, May 13, 2006

Meniti Batas Produktifitas

Setiap ku pulang ke Sekaralas, selalu saja disambut cerita pilu yang sama. Pupuk langka dan mahal, pestisida juga menguras kantong, belum lagi solar untuk pompa air dan biaya traktor yang membengkak.. Petani semua bercerita bahwa pada waktu panen tak ada hasil yang dibawa pulang - seluruhnya habis untuk membayar biaya pengelolaan sawah ditambah biaya hidup keluarga dalam empat bulan terakhir.

Lalu? Kenapa terus bertani seperti ini? jawabannya sangat logis sekaligus ironis - karena jika kami mengolah sawah dengan cara lain, yang belum terbukti akan berhasil, maka warung dan pihak pemberi utang akan meragukan 'kredibilitas' kami. Jadi para petani terus bertani dengan cara yang sama, meski tahu pasti tak kan ada hasil, karena hidup keluarganya empat bulan kedepan bergantung kepada pengelolaan sawah seperti biasanya. Petani terperangkap dalam lingkaran setan gali-lubang tutup lubang untuk bisa hidup dari musim tanam yang satu ke musim tanam yang berikutnya.

Setiap bisa ketemu aku dan Sari selalu memutar otak mencari celah yang bisa menambah penghasilan, yang tidak kejam pada alam, dan tidak menguras tenaga warga desa yang sudah kelelahan ngurus sawah... Minggu lalu kita coba mencari tanaman apa yang bisa menghasilkan daun banyak dalam waktu singkat, agar kami dapat mendongkrak produksi pupuk organik. Lalu, tumbuhan pangan apa yang tumbuh subur, tanpa hama, tanpa ruang banyak, dan banyak menghasilkan. Dalam mengitari kebun dan kolam akhirnya kami memutuskan untuk 'bertani sawi air' dikolam-kolam. dan mengolah hasilnya menjadi pupuk organik setelah dijemur (dicampur kotoran ternak), karena tanaman ini rupanya hanya butuh sinar matahari yang banyak untuk tumbuh subur dan berkembangbiaknya sungguh cepat.

Lalu untuk tanaman pangan kami menemukan 'waluh' (pumpkin). Ini tanaman yang tumbuh sangat mudah dikebun, selalu berbuah dan hampir tanpa hama. Kebetulan saat ini di kebun sedang banyak sekali 'waluh' besar yang menua. Orang desa menganggap ini bahan pangan tanpa nilai. Hanya untuk dimakan sendiri, dijual tak banyak mendatangkan uang, sehingga perlakuan terhadapnya juga seadanya. Tapi kita berpikir lain.... kami tinggal memutar otak mencari strategi pengembangan nilai tambah kepada 'waluh' ini. Sementara kami berpikir bagaimana membuat pati darinya dan mengembangkan berbagai kue kering darinya, juga berpikir bagaimana membuat pie darinya.

Semalam Sari sudah bercerita, bagaimana anak-anak Sekaralas begitu bersemangat melihat 'pumpkin pie' di internet. Mereka ingin segera bereksperimen membuatnya - dan mencoba menjualnya dipasar.

Friday, May 12, 2006

"Halo Dunia!" Sapa Anak-Anak Sekaralas




Kemarin aku mendapatkan surat dari anak-anak Sekaralas - mereka ingin surat ini ditampilkan diblog-ku. sebenarnya sudah sejak lama ku himbau mereka untuk bikin blog sendiri. Tapi sambungan telepon disana 'byar-pet" - sehingga mereka tak pernah berhasil. Walau demikian mereka mengunjungi blog ini dengan rajin, untuk mencek apa ceritaku tentang kegiatan di desa mereka benar adanya.

Minggu lalu, anak-anak ini mengadakan basar buku teks sekolah (mereka pernah mendapatkan sumbangan ber-boks boks buku contoh teks sekolah SD, SMP dan SMU) - buku ini seharusnya tak dijual, namun mereka menyurati sekolah-sekolah di desa-desa sekitar, bahkan juga sekolah di kota kecamatan terdekat, menyampaikan bahwa mereka akan menjual buku ini senilai 1250 - 1500 rupiah. Uang yang terkumpul akan mereka gunakan untuk melengkapi perpustakaan mereka yang bernama "Taman Bacaanku".

Selesai melaksanakan basar mereka menuliskan kesan-kesan mereka dalam surat-suratnya kepadaku berikut ini:

"Bunga Si Penjaga Bingkisan Buku"

Hallo nama saya Bunga Andarista Maryadi Putri. Saya bersekolah di SDN Sekaralas I kelas III. Hari minggu 7 Mei 2006, kami mengadakan Bursa Buku. Kebetulan saya menjadi penjaga bingkisan buku untuk setiap sekolahan. Pada saat itu saya merasa senang. Saya senang karena saya juga mendapat teman baru. Suasana di Bursa Buku meriah sekali. Banyak orang yang datang, diantaranya ada guru SD dan SMP terdekat, bahkan ada guru SMU yang letaknya cukup jauh dari tempat kami mengadakan Bursa Buku.

Tujuan kami mengadakan Bursa Buku hasilnya akan dibuat membeli buku cerita. Kami berterima kasih sekali kepada Bu Sari, karena Bu Sari kami dapat berkumpul dan membuat acara ini. Semoga buku-buku kami semakin bertambah. Saya senang sekali karena saya juga hobi membaca. Dan semoga cita-cita saya menjadi arsitek tercapai.

Salam manis,

Bunga Andarista (disini ada fotoku bersama Udin)
Kelas III SDN Sekaralas I



"Pengalamanku Waktu Bursa Buku Murah"

Hallo nama saya Udin. Saya kelas 4 SDN Sekaralas I. Minggu kemarin tanggal 7 Mei 2006 kami mengadakan bursa buku murah. Saya menjadi penjaga buku-buku pak guru. Waktu itu saya senang sekali. Banyak anak yang membeli buku dan juga pak guru yang mengambil buku. Ada juga bapak-bapak membuat kerajinan tangan. Tujuan kami mengadakan bursa buku murah untuk membeli buku-buku cerita. Buku cerita itu untuk menambah buku perpustakaan kami. Perpustakaan kami kekurangan buku jadi dengan uang hasil penjualan ini kami bisa membeli beberapa buku. Di desa kami baru mempunyai 1 perpustakaan bersama. Kami membutuhkan perpustakaan karena untuk menambah ilmu. Saya ingin suatu saat nanti mempunyai perpustakaan yang bagus.

Salam dari desa,
Udin (aku berfoto didepan taman kesukaanku).



"Pengalamanku di hari Minggu"

Hallo semuanya. Saya Rofiatul Laili, kelas V di SDN Sekaralas I. Kebetulan pada hari Minggu, 7 mei 2006, ada kegiatan bursa buku murah. Saya menjadi petugas penjaga buku SD. Perasaan saya saat itu sangat senang, bahkan lebih dari senang. Karena saya bisa melihat banyak pengunjung dan suasana di bursa buku murah sangat meriah.

Hasil penjualan buku akan kami pakai untuk membeli buku cerita dan ilmu pengetahuan untuk melengkapi koleksi buku perpustakaan kami. Saya berharap bsia mengadakan bursa buku kembali, karena kami sangat membutuhkan banyak buku.

Salam dari saya,

Atul (Aku sedang menulis surat untukmu)

Wednesday, May 10, 2006

Hari Untuk Komunitas: SGN Bikin Bazar






Minggu pagi (7/5/06) bersamaan dengan bursa buku anak-anak, team Subur Gemi Nastiti (SGN) membuka bengkel kreasi sederhana. Bengkel ini memberi kesempatan bagi pengunjung untuk mengenal lebih jauh tentang karya-karya team SGN. Di sana kami tampilkan kerajinan tangan kayu yang berupa mote-mote serta kertas seni berbahan serat alami (serat gedebog, jerami dan sansiviera). Ditampilkan pula hasil olahan kertas seni yang berupa scrap book.

Setiap pengunjung dapat melihat, mengamati bahkan terlibat dalam aktivitas kreatif yang coba ditawarkan. Beberapa kawan SGN mendemonstrasikan cara-cara pembuatan kertas seni berbahan serat alami. Pengunjung di ajak berkeliling tempat produksi dan kebun untuk melihat bagaimana proses pembuatan kertas seni dilakukan dan bahan baku apa saja yang bisa digunakan dalam pembuatan kertas. Tentu saja bahan-bahan yang disediakan alam sekitar kita, sehingga dapat menjamin kelanjutan kegiatan ini dalam jangka panjang.

Setelah itu kembali ke stan bengkel kreasi untuk mengolah kertas seni menjadi buku. Beberapa pengunjung yang di antaranya adalah pelajar, guru, wiraswastawan bahkan pedagang makanan keliling tertarik untuk mengikuti langkah-langkah pembuatan buku ini. “Kok bisa ya, bikin kertas dari gedebog?”, kata seorang guru yang nampak serius mengamati proses pembuatan buku ini. Acara ini berjalan santai dan menarik, terbukti 2 guru dari sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas berkeinginan mengirimkan murid-murid di sekolah mereka untuk belajar membuat kertas pada team SGN.

Lain lagi dengan pembuatan mote kayu. Banyak orang terlibat langsung dalam proses produksinya. Kami menyediakan bahan-bahan mentah yang berupa potongan kayu siap olah menjadi mote, sehingga pengunjung dapat langsung mempraktekkan ketrampilan tangan mereka dalam membuat mote-mote kayu. Tua, muda, laki-laki, perempuan, semua terlihat menikmati proses kreatif ini. Ada satu remaja yang terlihat asik, duduk bersila di pojok bengkel. Tangannya menyayat potongan-potongan kayu untuk kemudian dibuat mote berbentuk bola-bola kecil. Selama 1 jam dia bisa menghasilkan 5 mote kasar yang lalu dihaluskan dan siap disemir. Hebat untuk seseorang yang sama sekali belum pernah membuat mote seperti ini. Mote yang dibuat murni dari karya tangan manusia dan bukan mesin. “Saya ingin kamar saya nanti, dihiasi gantungan mote seperti ini”, begitu katanya pada saya.

Membuka cakrawala pandang, menarik perhatian dan melibatkan warga masyarakat. Begitulah keinginan kami, team SGN dalam “menularkan” virus kreatifitas kepada masyarakat di daerah ini. Banyak karya bisa tercipta dari daya kreatif dalam menanggapi kekayaan alam sekitar. Mencipta sesuatu yang terabaikan dan tampak tak berguna menjadi sesuatu yang lebih berarti. (Kontribusi Sari, Motor Kegiatan SGN di Sekarala)

Thursday, May 04, 2006

Whats in A Name II?


Mengapa Komunitas Kami Dinamai Subur Gemi Nastiti?

Sebab - Subur Gemi Nastiti adalah sebuah nama dari mitologi Jawa, yang sangat erat berkaitan dengan kesadaran kultural bertani. Sebab: Subur Gemi Nastiti (subur, hemat dan bijaksana) memiliki makna yang sangat penting - bagi pertanian - bahkan bagi hidup sekalipun - sejak dulu demikian - bahkan lebih penting lagi di abad 21 ini. Kini kondisi bumi sudahlah sangat terkoyak - oleh kerakusan eksploitasi manusia. Upaya merestorasi kesuburan bumi, gaya hidup yang hemat, sikap hidup yang bijaksana sangat dibutuhkan saat ini.

Legenda mengatakan bahwa di Kerajaan Purwacarita tersebutlah Prabu Mahapunggung yang mempunyai istri yang bernama Subur Gemi Nastiti. Dari permaisuri Subur Gemi Nastiti lahir 3 anak yakni Dewi Sri, Raden Sadana dan Raden Wandu. Di dalam kisah ini Dewi Sri dan Raden Sadana-lah yang mulai mengajar masyarakat di tanah Jawa cara-cara penanaman padi dan tumbuhan lainnya dengan penghormatan penuh pada alam. Jika dimasa lalu cara bertani seperti ini penting - maka kini diabad 21 cara bertani yang menghormati alam menjadi jauh lebih penting lagi. Segala kemajuan dibidang pertanian pada hakekatnya semestinya dilakukan dalam bingkai ini.

Komunitas Subur Gemi Nastiti - berkarya untuk mengembalikan kesuburan tanah Jawa dimana kami berpijak, dengan kesadaran penuh tentang pentingnya menghemat sumberdaya alam, dan terus menerus menggali kecerdasan secara bijaksana - Sebagai tanggapan yang kontekstual terhadap tantangan abad 21.

Whats in A Name?


Sekaralas (Bunga Hutan)
Itu nama desa kelahiranku nun diperbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, dikaki gunung Lawu.

Sebuah nama yang cukup indah - dan mampu membawa imajinasi kedalam petualangan yang penuh warna.
Aku membayangkan - desa ini menjadi hutan bunga. Dimana dukuh-dukuh (satu desa di Jawa biasanya terdiri atas beberapa 'pedukuhan') saling dihubungkan oleh jalan-jalan yang dinaungi pohon-pohon berbunga - seperti tanjung, kenanga, kantil, arum-ndalu, dan lainnya... Boleh juga beberapa jalan ditanami pohon asam - pohon ini bunganya juga cantik - mirip kupu-kupu kecil berwarna kuning.

Aku sering membayangkan - menanami pohon-pohon bunga ini sepanjang kanan-kiri jalan desa menembus pedukuhan dan melintasi persawahan (tahukah anda bahwa desa-desa jawa jikalau dilihat dari langit menyerupai oasis-oasis hijau zamrud ditengah lautan hijau muda (jika padi masih muda) atau lautan emas (jika padi sudah menguning). Jika pohon-pohon ini telah tumbuh tinggi, berbunga wangi, berkelok-kelok hingga pinggir jembatan sungai pembatas desa - rute ini akan menarik untuk dilewati dengan andong (kereta kuda kecil). Betapa akan nikmat melewati lorong-lorong pohon yang mewangi - sambil memandangi tanaman padi yang melambai tertiup angin, diiringin gemerincing bel-bel kuningan kecil yang menghiasi leher kuda. lalu desaku ini menjadi tempat orang-orang dari desa-desa sekitar datang untuk menikmati indahnya Sekaralas...

Aku bermimpi - Dukuh Ngembong - salah satu dukuh paling pinggir di Sekaralas - terhubung dengan dukuh pusat Sekaralas oleh lorong pohon bunga kantil. lalu disana seni anyam-menganyam kembali subur - sehingga disana dibangun suatu 'griya anyam' - sebuah 'bengkel karya' dimana warga berkreasi - dan orang lain dapat datang untuk belajar menghayati salah satu 'heritage' budaya pertanian Jawa sambil terus mengeksplorasi seni kriya ini --- atas dasar akar kultural mengembangkan berbagai benda yang berguna dalam konteks hidup yang kini.

Aku bermimpi - Dukuh Waturumpuk - dihubungkan oleh kanopi pohon-pohon tanjung yang ditanam rapi dikanan kiri jalan. Disana akan hidup kembali tradisi membatik - dengan 'griya batik' yang dikelola komunitas pedukuhan.

Aku bermimpi - jalan raya Sekaralas yang menghubungkannya dengan dukuh Mbulak-Asem - dihubungkan oleh jalan yang dinaungi pohon-pohon asem - dan disini subur kembali tradisi memahat wayang.

Ah....sebenarnya 'cultural heritage' desaku ini cukup kaya. Namun kini harta karun ini terpendam dalam ketergesaan jaman - yang menginginkan segala sesuatu yang serba instan..

Kuingin menggali kembali harta karun ini - dan membaginya bersama dengan komunitas desa - untuk dijadikan modal bagi pembangunan yang lebih manusiawi di masa depan.

Disini tersaji sebuah jalan raya yang dinaungi indahnya pohon cherry berbunga. Ternyata - mimpiku untuk mewujudkan jalan-jalan indah berbunga - didahului oleh orang Amerika.... he he he...