Sekartaji

Isu Lingkungan, Perempuan dan Globalisasi di Indonesia

Saturday, January 14, 2006

Trembesi dan Globalisasi

Aku suka pohon trembesi. Banyak sekali kenangan manis masa kecil bersamanya.... mengumpulkan buah hitamnya yang telah jatuh ketanah..dijemur, lalu ambil bijinya, sangrai.... hmmmm lebih nikmat dari kwaci...
Aku rindu pada pohon trembesi --- saking rindunya kucari namanya di google ---- tak dinyana banyak sekali informasi tentang trembesi disana:

Simak ini puisi Prasetyo (yang rupanya ditulis pada waktu lagi kuliah di UIOWA ini (kudapat dari www.uiowa.edu/~iwp/SAMPLES/SAMPLESfall2002/Prasetyo pdf)

TREMBESI
Pitch-black and towering
Birds making nests on the strength of her arms.
Grand castle for red ants and lizards
An architecture growing from its own shadow.
The day is about to collapse. Her weather-beaten joints
Grow weaker and twisted.
With bitter seeds of karma hanging
She learns to love all unworthy of love.
Conversing with ghosts all night
Underworld dwellers, eyes awash with milk
Whose breasts were once full of January rain
And whose nipples erect skyward licked by the sun.
She used to roam abhorring stars
Only walking to kill distance, forgetting directions
Not thinking of arriving anywhere
Not entering anyone’s paradise
And shouting to those who linger, falling
In God:
“Eternal life beheads monuments
or buries itself into underground extinction!”
They’re angry and curse her to vanish
Absorbed into the black tree’s cambium:
The king crowned with a kite-frame
Tree rings and their prophecies.
Tower of prayer-call in the distance. Birds arrive
Pecking the dusk’s last light with their golden warbles.
The peasants hurry home to prepare fire and pray.
A visage, a pattern from a simple surah
I scratch the body that groans in the trunk.
Note:
Prasetyo Page 4 9/17/02
Trembesi: the name of a tree (Pipturus nicanuss).
Surah: a chapter in the Qu’uran.

Kedengarannya ini pohon yang sama dengan yang selalu berhasil memukauku, batangnya gagah berwarna hitam, daunnya rindang membentang. Tapi kok dia bilang namanya Pipturus nicanuss ya? Mungkin dia keliru --- karena kutahu pasti Trembesi adalah Samanea Saman. Ataukan ada dua nama? Atau mungkin lebih dalam bahasa latinnya?

entahlah yang jelas - Trembesi itu indah... Singapore butuh banyak sekali pohon ini untuk merindangi Jalan-jalannya --- Orchard Road ---menjadi lebih manusiawi karenanya. Di Jakarta, pohon ini juga mulai banyak dipakai dibeberapa kawasan - disekitar BEJ misalnya.

Di http://tropilab.com/raintree.html benih pohon ini dijual dalam dua macam kantong. Kantong berisi delapan biji trembesi, dijual US $ 2,5 saja, sedangkan kantong yang berisi 100 biji berharga US $ 25. Sedikit lebih murah. Dia dianggap pohon landscape yang berharga.

Di Indonesia bagaimana?

Kalau kita ke desa-desa sekarang ini tak ada lagi anak kecil yang mengumpulkan bijinya - tak perlu karena sudah banyak Chiki... Pohonnyapun tak banyak dihargai, kayunya murah - biasanya digunakan untuk membangun rumah orang miskin di kampung. Ada satu perkecualian - di hutan milik masyarakat di Kabupaten Wonogiri yang telah mendapatkan sertifikasi ecolable dari LEI - petani bisa dapat harga bagus untuk kayu trembesinya. Pembeli mereka adalah artisan seni patung bali - yang dituntut untuk menggunakan kayu yang dipanen dengan 'sustainable' dipanen dengan berkeadilan lingkungan dan juga sosial.

beberapa waktu lalu kupulang kampung. Masih banyak pohon trembesi disana. Iseng-iseng berdua iparku, kuajak anak-anak desa mengumpulkan buahnya - membuat snack home made darinya.. Ternyata, kini biji trembesi sangrai - menjadi novelty bagi mereka. Dulu bagi kami orang tuanya itu snack yang selalu ada pada musimnya...

Pohon trembesi tumbuh dengan sangat mudah di Jawa. Tak butuh banyak perawatan, tak butuh input kimia macam-macam. Bahkan dilahan tandus berbatu gampingpun dia tumbuh dengan baik. Tak jarang dibawahnya akan menggelegak sumber air kecil sebening kristal - pemenuh dahaga bagi penggembala kerbau di kawasan pinggir hutan yang kehausan. Itu Dulu.. kini pohon trembesi pinggir hutan tak ada lagi. Bukan karena trembesinya yang hilang. Bukan! Yang hilang adalah hutannya. Berikut hutan ikut pula si sumber air mundur dari permukaan.

Baru sedikit orang di Indonesia yang memanfaatkan pohon ini dengan optimal. Kecuali pematung Bali, belum banyak yang kreatif mengantarnya menjadi bernilai bagi "sustainable livelyhood" warga desa. Tak banyak yang berupaya untuk menanam, dan merawatnya dengan kesadaran bahwa dia akan bisa banyak bermanfaat. Tidak seperti pohon jati misalnya...

Terpekur aku dengan sekarung biji trembesiku - sambil membayangkan jika saja aku ini pemilik bisnis http://tropilab.com/raintree.html yang barusan aku google itu ---- pastilah aku kaya. Bayangkan saja - AKU PUNYA RIBUAN BIJI SAMANEA SAMAN! Lama lama sebel juga merasakan betapa kami ini ketinggalan diarena global - padahal kita punya semuanya. Untung - selagi sebel makin meradang - mbok Raji tetangga tuaku lewat - girang dia melihat ada orang mau mengumpulkan biji trembesi - dia mengajari kami untuk membuatnya menjadi tempe. TERNYATA ENAK JUGA LOH. Tapi kemudian kujadi semakin meradang - Bayangkan saja: Andaikata kita siap globalisasi - kita bisa jadi penjual tempe trembesi terbesar di dunia! APA BUKAN PRESTASI?

1 Comments:

At 10:39 PM, Blogger Dani Munggoro said...

Sewaktu sekolah di IPB, di kampus taman kencana, tempat favoritku, duduk dan melamun di bawah pohon trembesi. Lebih enak disitu ketimbang di kelas. Jadi, tempat bolos yang paling asyik.

Oh ya di Singapore, pohon-pohon besar bila keluar dari Changi itu pohon trembesi. Kok, makin jarang ya di kota-kota besar di Indonesia.

 

Post a Comment

<< Home