Sekartaji

Isu Lingkungan, Perempuan dan Globalisasi di Indonesia

Saturday, May 20, 2006

Membangun 'Taman Bacaanku"


Setelah sukses menyelenggarakan basar untuk mengumpulkan dana - anak-anak Sekaralas sekarang sibuk membangun perpustakaan mereka. Dengan pertolongan para Bapak - rak-rak telah terpasang. Kini mereka sedang memindahkan buku-buku yang mereka miliki ke perpustakaan bersama ini. "Suatu ketika kuingin perpustakaan ini penuh dengan buku-buku cerita dan buku-buku ilmu pengetahuan. Termasuk juga buku-buku tentang arsitektur - karena jika dewasa kelak kuingin jadi arsitek" begitu ungkap salah satu anak.

Semoga cita-cita jangka pendek, untuk memiliki perpustakaan yang lengkap, maupun cita-cita jangka panjang untuk menjadi arsitek, dapat tercapai!

Memindahkan Lokasi WC Umum Dari Kali - Mengeksplorasi Gagasan



Kusedang ngobrol dengan sari tentang WC umum di Sekaralas. Hingga saat ini WC umum disana adalah sungai-sungai kecil disamping sungai utama yang mengalir melalui desa. Pada musim hujan ini tak terlalu menimbulkan masalah, karena 'ampas' manusia akan langsung terbawa arus - dan segera hilang dari pandangan. "Plung" segera dikuti dengan "Lap" - dan selesailah masalah. Namun dimusim kering ini menimbulkan sedikit ketidak nyamanan, bagi pengguna WC umum, maupun bagi orang yang harus melewati kawasan-kawasan WC umum ini. Terjadi sedikit polusi lingkungan, polusi pemandangan, dan juga polusi penciuman.....

Kami berpikir barangkali membuat rangkaian WC umum dengan septik tank pengolah biogas dapat menjadi solusi. Ketika Sari membahas ide ini bersama anak-anak dan beberapa warga desa - sambutan cukup antusias. Anak-anak bahkan dengan bersemangat mengidentifikasi letak terbaik bagi WC-WC umum ini andai benar dapat dibangun.. "Disana bu, pasti sudah akan cukup banyak isinya untuk bikin biogas dalam waktu satu minggu, karena disana penggunanya sungguh banyak" begitu kata mereka.

Kami berpikir biogas yang dihasilkan akan dapat digunakan untuk menerangi kawasan WC umum ini, mungkin bagus dibuat MCK umum dan bukan sekedar WC saja.. Biogas seperti ini juga menghasilkan pupuk...

Kini aku berpikir barangkali energy dari biogas ini juga akan dapat dipakai untuk menjalankan beberapa mesin cuci....Jika ini berhasil - jadilah tempat cuci umum "Laundromate" Desa.. He he ... canggih juga kali ya...

Disini - bisa dilihat foto hasil ekspedisi sari ke satu desa dikawasan selatan Jogja --- untuk belajar dari seorang petani yang menerapkan pengelolaan kotoran sapi sebagai sumber energy biogas yang dipakai untuk menyalakan kompornya. Lumayan! Disaat gas LPG sungguh mahal.

Bereksperimen Dengan 'Waluh'



Sari bersama dengan anak-anak Sekaralas tak pernah berhenti berkesperimen dan belajar hal yang baru.
Setiap ide dan gagasan, setelah dibahas pasti segera coba dilaksanakan.
Kini mereka sedang sibuk mencoba untuk mengolah waluh - membuat pati, yang nantinya akan coba dibuat berbagai kue. Memberi nilai tambah pada waluh sangatlah penting dan mungkin akan dapat membantu menambah penghasilan dengan cara yang tidak eksploitatif terhadap alam karena tanaman ini sungguh tumbuh dengan mudah - dan juga tak butuh ruang yang luas, dia bahkan bisa tumbuh keatas, menjalar kedalam pohon-pohon..
Berikut beberapa foto waluh dari kebun Sekaralas yang dikirim Sari kepadaku.

Saturday, May 13, 2006

Meniti Batas Produktifitas

Setiap ku pulang ke Sekaralas, selalu saja disambut cerita pilu yang sama. Pupuk langka dan mahal, pestisida juga menguras kantong, belum lagi solar untuk pompa air dan biaya traktor yang membengkak.. Petani semua bercerita bahwa pada waktu panen tak ada hasil yang dibawa pulang - seluruhnya habis untuk membayar biaya pengelolaan sawah ditambah biaya hidup keluarga dalam empat bulan terakhir.

Lalu? Kenapa terus bertani seperti ini? jawabannya sangat logis sekaligus ironis - karena jika kami mengolah sawah dengan cara lain, yang belum terbukti akan berhasil, maka warung dan pihak pemberi utang akan meragukan 'kredibilitas' kami. Jadi para petani terus bertani dengan cara yang sama, meski tahu pasti tak kan ada hasil, karena hidup keluarganya empat bulan kedepan bergantung kepada pengelolaan sawah seperti biasanya. Petani terperangkap dalam lingkaran setan gali-lubang tutup lubang untuk bisa hidup dari musim tanam yang satu ke musim tanam yang berikutnya.

Setiap bisa ketemu aku dan Sari selalu memutar otak mencari celah yang bisa menambah penghasilan, yang tidak kejam pada alam, dan tidak menguras tenaga warga desa yang sudah kelelahan ngurus sawah... Minggu lalu kita coba mencari tanaman apa yang bisa menghasilkan daun banyak dalam waktu singkat, agar kami dapat mendongkrak produksi pupuk organik. Lalu, tumbuhan pangan apa yang tumbuh subur, tanpa hama, tanpa ruang banyak, dan banyak menghasilkan. Dalam mengitari kebun dan kolam akhirnya kami memutuskan untuk 'bertani sawi air' dikolam-kolam. dan mengolah hasilnya menjadi pupuk organik setelah dijemur (dicampur kotoran ternak), karena tanaman ini rupanya hanya butuh sinar matahari yang banyak untuk tumbuh subur dan berkembangbiaknya sungguh cepat.

Lalu untuk tanaman pangan kami menemukan 'waluh' (pumpkin). Ini tanaman yang tumbuh sangat mudah dikebun, selalu berbuah dan hampir tanpa hama. Kebetulan saat ini di kebun sedang banyak sekali 'waluh' besar yang menua. Orang desa menganggap ini bahan pangan tanpa nilai. Hanya untuk dimakan sendiri, dijual tak banyak mendatangkan uang, sehingga perlakuan terhadapnya juga seadanya. Tapi kita berpikir lain.... kami tinggal memutar otak mencari strategi pengembangan nilai tambah kepada 'waluh' ini. Sementara kami berpikir bagaimana membuat pati darinya dan mengembangkan berbagai kue kering darinya, juga berpikir bagaimana membuat pie darinya.

Semalam Sari sudah bercerita, bagaimana anak-anak Sekaralas begitu bersemangat melihat 'pumpkin pie' di internet. Mereka ingin segera bereksperimen membuatnya - dan mencoba menjualnya dipasar.

Friday, May 12, 2006

"Halo Dunia!" Sapa Anak-Anak Sekaralas




Kemarin aku mendapatkan surat dari anak-anak Sekaralas - mereka ingin surat ini ditampilkan diblog-ku. sebenarnya sudah sejak lama ku himbau mereka untuk bikin blog sendiri. Tapi sambungan telepon disana 'byar-pet" - sehingga mereka tak pernah berhasil. Walau demikian mereka mengunjungi blog ini dengan rajin, untuk mencek apa ceritaku tentang kegiatan di desa mereka benar adanya.

Minggu lalu, anak-anak ini mengadakan basar buku teks sekolah (mereka pernah mendapatkan sumbangan ber-boks boks buku contoh teks sekolah SD, SMP dan SMU) - buku ini seharusnya tak dijual, namun mereka menyurati sekolah-sekolah di desa-desa sekitar, bahkan juga sekolah di kota kecamatan terdekat, menyampaikan bahwa mereka akan menjual buku ini senilai 1250 - 1500 rupiah. Uang yang terkumpul akan mereka gunakan untuk melengkapi perpustakaan mereka yang bernama "Taman Bacaanku".

Selesai melaksanakan basar mereka menuliskan kesan-kesan mereka dalam surat-suratnya kepadaku berikut ini:

"Bunga Si Penjaga Bingkisan Buku"

Hallo nama saya Bunga Andarista Maryadi Putri. Saya bersekolah di SDN Sekaralas I kelas III. Hari minggu 7 Mei 2006, kami mengadakan Bursa Buku. Kebetulan saya menjadi penjaga bingkisan buku untuk setiap sekolahan. Pada saat itu saya merasa senang. Saya senang karena saya juga mendapat teman baru. Suasana di Bursa Buku meriah sekali. Banyak orang yang datang, diantaranya ada guru SD dan SMP terdekat, bahkan ada guru SMU yang letaknya cukup jauh dari tempat kami mengadakan Bursa Buku.

Tujuan kami mengadakan Bursa Buku hasilnya akan dibuat membeli buku cerita. Kami berterima kasih sekali kepada Bu Sari, karena Bu Sari kami dapat berkumpul dan membuat acara ini. Semoga buku-buku kami semakin bertambah. Saya senang sekali karena saya juga hobi membaca. Dan semoga cita-cita saya menjadi arsitek tercapai.

Salam manis,

Bunga Andarista (disini ada fotoku bersama Udin)
Kelas III SDN Sekaralas I



"Pengalamanku Waktu Bursa Buku Murah"

Hallo nama saya Udin. Saya kelas 4 SDN Sekaralas I. Minggu kemarin tanggal 7 Mei 2006 kami mengadakan bursa buku murah. Saya menjadi penjaga buku-buku pak guru. Waktu itu saya senang sekali. Banyak anak yang membeli buku dan juga pak guru yang mengambil buku. Ada juga bapak-bapak membuat kerajinan tangan. Tujuan kami mengadakan bursa buku murah untuk membeli buku-buku cerita. Buku cerita itu untuk menambah buku perpustakaan kami. Perpustakaan kami kekurangan buku jadi dengan uang hasil penjualan ini kami bisa membeli beberapa buku. Di desa kami baru mempunyai 1 perpustakaan bersama. Kami membutuhkan perpustakaan karena untuk menambah ilmu. Saya ingin suatu saat nanti mempunyai perpustakaan yang bagus.

Salam dari desa,
Udin (aku berfoto didepan taman kesukaanku).



"Pengalamanku di hari Minggu"

Hallo semuanya. Saya Rofiatul Laili, kelas V di SDN Sekaralas I. Kebetulan pada hari Minggu, 7 mei 2006, ada kegiatan bursa buku murah. Saya menjadi petugas penjaga buku SD. Perasaan saya saat itu sangat senang, bahkan lebih dari senang. Karena saya bisa melihat banyak pengunjung dan suasana di bursa buku murah sangat meriah.

Hasil penjualan buku akan kami pakai untuk membeli buku cerita dan ilmu pengetahuan untuk melengkapi koleksi buku perpustakaan kami. Saya berharap bsia mengadakan bursa buku kembali, karena kami sangat membutuhkan banyak buku.

Salam dari saya,

Atul (Aku sedang menulis surat untukmu)

Wednesday, May 10, 2006

Hari Untuk Komunitas: SGN Bikin Bazar






Minggu pagi (7/5/06) bersamaan dengan bursa buku anak-anak, team Subur Gemi Nastiti (SGN) membuka bengkel kreasi sederhana. Bengkel ini memberi kesempatan bagi pengunjung untuk mengenal lebih jauh tentang karya-karya team SGN. Di sana kami tampilkan kerajinan tangan kayu yang berupa mote-mote serta kertas seni berbahan serat alami (serat gedebog, jerami dan sansiviera). Ditampilkan pula hasil olahan kertas seni yang berupa scrap book.

Setiap pengunjung dapat melihat, mengamati bahkan terlibat dalam aktivitas kreatif yang coba ditawarkan. Beberapa kawan SGN mendemonstrasikan cara-cara pembuatan kertas seni berbahan serat alami. Pengunjung di ajak berkeliling tempat produksi dan kebun untuk melihat bagaimana proses pembuatan kertas seni dilakukan dan bahan baku apa saja yang bisa digunakan dalam pembuatan kertas. Tentu saja bahan-bahan yang disediakan alam sekitar kita, sehingga dapat menjamin kelanjutan kegiatan ini dalam jangka panjang.

Setelah itu kembali ke stan bengkel kreasi untuk mengolah kertas seni menjadi buku. Beberapa pengunjung yang di antaranya adalah pelajar, guru, wiraswastawan bahkan pedagang makanan keliling tertarik untuk mengikuti langkah-langkah pembuatan buku ini. “Kok bisa ya, bikin kertas dari gedebog?”, kata seorang guru yang nampak serius mengamati proses pembuatan buku ini. Acara ini berjalan santai dan menarik, terbukti 2 guru dari sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas berkeinginan mengirimkan murid-murid di sekolah mereka untuk belajar membuat kertas pada team SGN.

Lain lagi dengan pembuatan mote kayu. Banyak orang terlibat langsung dalam proses produksinya. Kami menyediakan bahan-bahan mentah yang berupa potongan kayu siap olah menjadi mote, sehingga pengunjung dapat langsung mempraktekkan ketrampilan tangan mereka dalam membuat mote-mote kayu. Tua, muda, laki-laki, perempuan, semua terlihat menikmati proses kreatif ini. Ada satu remaja yang terlihat asik, duduk bersila di pojok bengkel. Tangannya menyayat potongan-potongan kayu untuk kemudian dibuat mote berbentuk bola-bola kecil. Selama 1 jam dia bisa menghasilkan 5 mote kasar yang lalu dihaluskan dan siap disemir. Hebat untuk seseorang yang sama sekali belum pernah membuat mote seperti ini. Mote yang dibuat murni dari karya tangan manusia dan bukan mesin. “Saya ingin kamar saya nanti, dihiasi gantungan mote seperti ini”, begitu katanya pada saya.

Membuka cakrawala pandang, menarik perhatian dan melibatkan warga masyarakat. Begitulah keinginan kami, team SGN dalam “menularkan” virus kreatifitas kepada masyarakat di daerah ini. Banyak karya bisa tercipta dari daya kreatif dalam menanggapi kekayaan alam sekitar. Mencipta sesuatu yang terabaikan dan tampak tak berguna menjadi sesuatu yang lebih berarti. (Kontribusi Sari, Motor Kegiatan SGN di Sekarala)

Thursday, May 04, 2006

Whats in A Name II?


Mengapa Komunitas Kami Dinamai Subur Gemi Nastiti?

Sebab - Subur Gemi Nastiti adalah sebuah nama dari mitologi Jawa, yang sangat erat berkaitan dengan kesadaran kultural bertani. Sebab: Subur Gemi Nastiti (subur, hemat dan bijaksana) memiliki makna yang sangat penting - bagi pertanian - bahkan bagi hidup sekalipun - sejak dulu demikian - bahkan lebih penting lagi di abad 21 ini. Kini kondisi bumi sudahlah sangat terkoyak - oleh kerakusan eksploitasi manusia. Upaya merestorasi kesuburan bumi, gaya hidup yang hemat, sikap hidup yang bijaksana sangat dibutuhkan saat ini.

Legenda mengatakan bahwa di Kerajaan Purwacarita tersebutlah Prabu Mahapunggung yang mempunyai istri yang bernama Subur Gemi Nastiti. Dari permaisuri Subur Gemi Nastiti lahir 3 anak yakni Dewi Sri, Raden Sadana dan Raden Wandu. Di dalam kisah ini Dewi Sri dan Raden Sadana-lah yang mulai mengajar masyarakat di tanah Jawa cara-cara penanaman padi dan tumbuhan lainnya dengan penghormatan penuh pada alam. Jika dimasa lalu cara bertani seperti ini penting - maka kini diabad 21 cara bertani yang menghormati alam menjadi jauh lebih penting lagi. Segala kemajuan dibidang pertanian pada hakekatnya semestinya dilakukan dalam bingkai ini.

Komunitas Subur Gemi Nastiti - berkarya untuk mengembalikan kesuburan tanah Jawa dimana kami berpijak, dengan kesadaran penuh tentang pentingnya menghemat sumberdaya alam, dan terus menerus menggali kecerdasan secara bijaksana - Sebagai tanggapan yang kontekstual terhadap tantangan abad 21.

Whats in A Name?


Sekaralas (Bunga Hutan)
Itu nama desa kelahiranku nun diperbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, dikaki gunung Lawu.

Sebuah nama yang cukup indah - dan mampu membawa imajinasi kedalam petualangan yang penuh warna.
Aku membayangkan - desa ini menjadi hutan bunga. Dimana dukuh-dukuh (satu desa di Jawa biasanya terdiri atas beberapa 'pedukuhan') saling dihubungkan oleh jalan-jalan yang dinaungi pohon-pohon berbunga - seperti tanjung, kenanga, kantil, arum-ndalu, dan lainnya... Boleh juga beberapa jalan ditanami pohon asam - pohon ini bunganya juga cantik - mirip kupu-kupu kecil berwarna kuning.

Aku sering membayangkan - menanami pohon-pohon bunga ini sepanjang kanan-kiri jalan desa menembus pedukuhan dan melintasi persawahan (tahukah anda bahwa desa-desa jawa jikalau dilihat dari langit menyerupai oasis-oasis hijau zamrud ditengah lautan hijau muda (jika padi masih muda) atau lautan emas (jika padi sudah menguning). Jika pohon-pohon ini telah tumbuh tinggi, berbunga wangi, berkelok-kelok hingga pinggir jembatan sungai pembatas desa - rute ini akan menarik untuk dilewati dengan andong (kereta kuda kecil). Betapa akan nikmat melewati lorong-lorong pohon yang mewangi - sambil memandangi tanaman padi yang melambai tertiup angin, diiringin gemerincing bel-bel kuningan kecil yang menghiasi leher kuda. lalu desaku ini menjadi tempat orang-orang dari desa-desa sekitar datang untuk menikmati indahnya Sekaralas...

Aku bermimpi - Dukuh Ngembong - salah satu dukuh paling pinggir di Sekaralas - terhubung dengan dukuh pusat Sekaralas oleh lorong pohon bunga kantil. lalu disana seni anyam-menganyam kembali subur - sehingga disana dibangun suatu 'griya anyam' - sebuah 'bengkel karya' dimana warga berkreasi - dan orang lain dapat datang untuk belajar menghayati salah satu 'heritage' budaya pertanian Jawa sambil terus mengeksplorasi seni kriya ini --- atas dasar akar kultural mengembangkan berbagai benda yang berguna dalam konteks hidup yang kini.

Aku bermimpi - Dukuh Waturumpuk - dihubungkan oleh kanopi pohon-pohon tanjung yang ditanam rapi dikanan kiri jalan. Disana akan hidup kembali tradisi membatik - dengan 'griya batik' yang dikelola komunitas pedukuhan.

Aku bermimpi - jalan raya Sekaralas yang menghubungkannya dengan dukuh Mbulak-Asem - dihubungkan oleh jalan yang dinaungi pohon-pohon asem - dan disini subur kembali tradisi memahat wayang.

Ah....sebenarnya 'cultural heritage' desaku ini cukup kaya. Namun kini harta karun ini terpendam dalam ketergesaan jaman - yang menginginkan segala sesuatu yang serba instan..

Kuingin menggali kembali harta karun ini - dan membaginya bersama dengan komunitas desa - untuk dijadikan modal bagi pembangunan yang lebih manusiawi di masa depan.

Disini tersaji sebuah jalan raya yang dinaungi indahnya pohon cherry berbunga. Ternyata - mimpiku untuk mewujudkan jalan-jalan indah berbunga - didahului oleh orang Amerika.... he he he...

Wednesday, May 03, 2006

A Supple Mind



Bacaan menarik pagi ini - "The Art of Happiness" yang memuat kearifan Dalai Lama dalam dalam hidup.
Ketika kubuka buku - halaman yang terbuka menyajikan judul A SUPPLE MIND. Begini katanya:
"The ability to shift perspective, the capacity to view issues from different angles, is nurtured by a supple mind. The ultimate benefit of a supple mind is that it allows us to embrace all of life - to be fully alive and human". (Kemampuan untuk meneliti berbagai perspektif, kemampuan untuk memandang berbagai hal dari berbagai sudut, dipelihara oleh pikiran yang luwes. Pada akhirnya, pikiran yang luwes mengijinkan kita untuk 'merengkuh seluruh kehidupan' - menjadi hidup sepenuhnya dan menjadi manusia yang seutuhnya).

Inginkah memiliki 'supple mind'? - semua orang dapat melatih pikirannya agar terpelihara dan terbangun keluwesannya. Dengan cara sengaja berusaha untuk terus mengembangkan batas perspektif dan secara sengaja mencoba sudut pandang baru. hasil akhirnya adalah suatu kesadaran yang simultan mengenai 'gambar besar' suatu keadaan sekaligus kesadaran tentang kondisi/keadaan diri kita secara individual. Pandangan dunia yang sekaligus menyatukan 'dunia besar' dan 'dunia kita yang kecil' ini berfungsi dalam membantu kita memisahkan hal-hal yang penting dan kurang penting dalam hidup.

Berbicara tentang 'A supple Mind' (pikiran/otak yang luwes) - diterapkan pada upaya menciptakan dunia yang lebih baik, berarti menumbuhkan kemampuan untuk mendekati suatu isu dari sudut pandang individual sekaligus sudut pandang masyarakat yang lebih luas, yang menuntut kemampuan untuk mengembangkan solusi pada berbagai level: level individu, level, komunitas, dan level global.

Mencoba pendekatan berpikir seperti ini dalam hidup - dapat banyak membantu. Yang jelas, menguatkan kemampuan kita untuk mengapresiasi segala hal positif yang ada disekeliling kita dan merangkainya untuk kebaikan bersama.