Mungkinkan Mentransfer Naluri Sebagai "Gatherer" ke Kota?
Kota - pada hakekatnya tak pernah mampu untuk menaklukkan alam. Sekokoh apapun suatu kota - dengan jalanan batu makadam peninggalan romawi seperti banyak terdapat di Eropa sekalipun - alam tetap mampu menyeruak untuk hadir dengan perkasa meski itu mungkin hanya bisa ditemui ditempat-tempat yang terabaikan dari pengaruh tangan-tangan manusia. Dipinggir rel misalnya, atau di pinggir-pinggir jalan raya, di tengah-tengah halaman bangunan tua, dsb. Di Indonesia apalagi. Di kota-kota seperti Bogor misalnya, banyak sekali sumberdaya alam yang potensial untuk 'dikumpulkan' dan dimanfaatkan sebagaimana dilakukan oleh nenek moyang kita dikawasan hutan.
Dulu, masyarakat mencari berbagai tanaman ke hutan-hutan untuk dikonsumsi dan dijual. Bahkan hingga kini banyak masyarakat yang tinggal disekitar hutan masih melakukannya - sebagai contoh mengumpulkan rotan, damar, dsb. Di kota sebenarnya hal yang sama juga dapat dilakukan. Biji-bijian dari tanaman peneduh jalan seperti saga dan petai cina - dapat dikumpulkan untuk dikembangkan menjadi sesuatu yang bermanfaat, sebagai bahan pernak-pernik, bahan perhiasan, atau sekedar sebagai media untuk mengembangkan kreatifitas. Bunga-bunga rumput liar, dapat juga dikeringkan, diwarnai dan dirangkai menjadi komposisi yang menarik, atau sekedar dikemas sebagai bahan bagi anak-anak 'berprakarya' misalnya.
Tadi saya sempat ngobrol dengan teman yang berkarya mendampingi anak-anak jalanan, dan minggu depan kita berjanji untuk bersua lagi. Agenda kami? Bersama menjelajah Bogor untuk mengidentifikasi potensi yang dapat kami kembangkan. Ini pasti menarik.....I am truly looking forward to it.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home