Sekartaji

Isu Lingkungan, Perempuan dan Globalisasi di Indonesia

Wednesday, April 05, 2006

Kisah Si Binu, secarik Kertas dari Kayu Binuang

Perkenalan dengan Alija

Suatu sore yang dingin, ketika hujan rintik-rintik menyiram kota Bogor, terdengar keluhan kecil di ruang belajar Alija. "Aaah...jika hujan begini kujadi rindu kampung halaman...andai saja kudapat kembali kesana..."

Alija menegakkan kepalanya, menoleh kekanan-kiri dengan wajah penuh tanya. Rasanya tak ada orang lain di kamarnya. Dari mana suara itu? 'Siapa yang berbicara?" sapanya. "Aku disini..." sambut suara lrih itu sekali lagi, kali ini Alija berpaling kearah sumber suara yang ternyata berada dibawah meja belajarnya. Disitu, dikeranjang sampah kertas, terdengar gemerisik lalu menyembulah secarik kertas kado bermotif warna-warni ceria. Kertasnya sudah kumal - Alija ingat betul ketika dia merobek dan meremas kertas itu dengan penuh sukacita karena ingin segera mengetahui ada apa didalamnya. Kertas itu tadi membungkus kado dari ibunya yang baru datang setelah bepergian sekian lama. "Lho.." kata Alija, kau dapat berbicara?' lanjutnya dengan heran, "dari mana asalmu?" tanyanya dengan penuh keheranan.

"Ceritanya panjang sekali, inginkah kamu mendengarkannya?" Alija berpikir sejenak. Rasanya semua PRnya sudah selesai. Lagipula barusan dia juga sedang membaca dongeng, jadi apa salahnya jika sekarang dia beralih mendengarkan dongeng dari si 'carik' kertas yang sungguh aneh ini. "baiklah!" katanya "Ayo, mulailah" katanya. Lalu diapun turun ke karpet kecil disamping meja belajarnya, dan meraih keranjang bambu mungil yang berisi sampah-sampah kertas itu, dari bawah mejanya. Si kertas kado warna-warni, ternyata juga telah memposisikan diri dengan nyaman diatas tumpukan.

Begini kisahnya.... kata si kertas "Aku berasal dari hutan tropis dataran rendah di Riau, Sumatra, dan namaku Binu", dulu...sebelum menjadi kertas, aku adalah bagian dari pohon Binuang (para ilmuwan menamaiku Octomeles Sumatrana) yang tinggi. aku adalah pohon yang sangat besar, dengan tinggi melebihi 55 meter, dan diameterku melebihi 150 centimenter, dahan pohonku yang terendah berada di ketinggian 21 meter, dan pokok pohonku sungguh gemuk yaitu mencapai 4,5 meter. Dari puncakku, aku bisa mengamati pemandangan tepian sungai Siak, dan setiap pagi menyaksikan riuhnya kehidupan hutan yang sungguh sangat ramai dan berwarna".

Alija terkesima mendengar bahwa si Binu ternyata dulunya adalah sebuah pohon raksasa dari Riau, dia jadi ingin tahu lebih banyak. Sepanjang hidupnya dihabiskan di kota, dimana tak banyak pohon-pohon besar, kecuali di kebun raya Bogor. "Apakah hutanmu mirip kebun Raya?" tanyanya ingin tahu, "pasti kamu sulit sekali dipanjat ya Binu, dahanmu yang terendah saja begitu tingginya. Wah...pasti hebat andai aku bisa membuat rumah-rumahan pohon diatasmu.. mama dan papaku pasti kesulitan menjangkaunya, dan aku akan bisa melakukan apa saja disana, bermain sepuasnya" khayalan Alija mulai liar membayangkan segala nikmat anak-anak yang akan dapat diraihnya dipuhon Binuang segagah yang dikisahkan oleh si Binu itu.

"Alijaa......." sayup-sayup terdengan suara mama memanggil. "wah Binu, aku pergi dulu ya, nanti kusegera kembali untuk mendengarkan ceritamu. "Baiklah" Kata Binu..."Kumenunggumu di sini kawan".

0 Comments:

Post a Comment

<< Home